Sunday, April 9, 2017

One Whole Package

Suatu hari ketika hujan sedang menari, kudengar pintuku diketuk.

Hari itu agak dingin, aku tak henti berusaha menghangatkan diri dengan mengusap tangan dan lenganku bergantian, lupa bahwa aku memiliki jaket bulu biri-biri.

Dengan agak lesu namun penasaran, aku mencoba membuka pintu.

Kutemukan sebuah kotak di sana.

Hadiah. Lengkap dengan hiasan pita dan terbungkus rapi.

Kucari kartu ucapannya untuk menemukan siapa pengirimnya, namun hanya kurasa desir angin yang membawa serta beberapa dedaunan yang sudah terlanjur gugur dan tak lupa serta dengan dingin sehingga segera kubawa hadiah itu ke dalam.

Setelah meletakkannya di samping sofa, pikirku melayang, ini masih bulan November, tak mungkin Santa salah tanggal. Tak pula kutemukan plastik atau apapun yang membungkusnya, benarkah ada yang rela keluar ditengah dingin ini hanya untuk menaruh sebuah hadiah? bahkan tanpa keinginan untuk diketahui siapa. Tak mungkin ada manusia seikhlas itu, pikirku.

Walau hadiah ini terkesan tak bertuan, namun ia tergeletak di depan pintuku, kan? lantas, kuberanikan diri saja untuk membuka.

Info tambahan bagi yang tak mengenalku, Aku selalu merasa Santa ada, namun tahun ini aku sudah hampir menyerah untuk berharap ia datang. Entah karena Tuhannya tak sama denganku, atau karena aku terlalu tidak baik sehingga ia tak pernah datang, dan aku sudah lelah menunggu dengan berlapis-lapis kertas berisi harapan.

Kembali ke hadiah lagi, di dalam pintu tersebut hanya ada aku, dan aku lahir bulan Februari. Terlalu cepat untuk jadi kado ulang tahunku, kan? Hadiah ini pastinya salah alamat, atau mungkin Santa tak sengaja menjatuhkan hadiah ini ketika beliau sedang survey untuk berbagi bulan depan.

Pelan-pelan kubuka bungkusnya yang rapi, pitanya sudah kulepaskan terlebih dahulu agar tidak rusak dan bisa ditempelkan di kulkas atau di tembok kamarku (aku selalu begitu). Ternyata di dalam kotak hadiah yang tidak kecil itu, terdapat banyak hal-hal yang selalu kutuliskan di kertas-kertas harapanku, namun anehnya mereka semua tersambung dan menyatu. Semua yang pernah kuinginkan, semua yang pernah kukhayalkan akan membuat hidupku sedikit lebih baik, semua ada di dalam kotak hadiah itu. Kotak hadiah itu benar-benar mewakili apa saja yang pernah melintas dan yang selalu menetap di inginku.

Aku tak sanggup menahan tangisku. Aku berbahagia, sendirian, di tengah dingin yang tak juga surut karena aku tak punya penghangat ruangan. Aku kembalikan percayaku pada Santa, ternyata ia mendengar, pikirku.

Namun beberapa detik setelah rekah senyumku semerbak bagai bunga putri malu yang belum tersentuh, aku menyadari ada beberapa hal yang berlebihan di dalam kotak hadiah ini, ada beberapa benda yang tak dapat kusentuh karena dijaga dedurian yang lebatnya sama dengan rambut pria arab yang kulihat di pinggiran jalan beberapa hari lalu. Bahkan ternyata ada sebongkah pisau yang seakan siap menerkamku jika ingin ku ambil isi hadiah itu.

Hadiah yang selama ini kutunggu, yang pada akhirnya datang tepat di depan pintuku, apa harus kurelakan tetap terbelenggu? Apa aku harus nikmati terus dunia isi kotak hadiah tersebut dari jauh atau harus kubiarkan ia melukaiku agar bisa kurengkuh?




No comments: